Ini adalah tulisan ketiga terkait dengan kota Pontianak. Dan kali ini yang kutulis adalah ihwal kuliner.
Pada hari pertama di Pontianak, sore hari kami mendapat kiriman talas dan pisang goreng khas Pontianak dari seorang teman. Pisang Ponti di Jakarta sudah lama marak tapi talas goreng macam ini belum pernah kucicipi. Talas goreng itu bulat-bulat seperti onde-onde. Aku sih menduga, talas itu dikukus lalu dihancurkan, dberi bumbu (ada sedikit merica di situ… sok tahu.com) kemudian dibalur kacang tanah cincang baru digoreng. Rasanya empuk dan gurih. Ada saus sambal yang encer sebagai pelengkapnya. Aku sih makan talas gorengnya saja sudah merasa maknyus! (yang tahu tentang talas goreng macam ini tolong koreksi kalau aku salah yaaaa… namanya juga menduga-duga …).
talas-gorengPisang gorengnya juga empuk dan manis gurih. Cocok untuk minum teh pada sore hari yang panas atau pun hujan. Oh ya, ternyata selama tiga hari pertama kami di Pontianak, setiap sore hingga malam Pontianak diguyur hujan! Ohh… tak masalah juga. Wisata kuliner sudah dimulai…
Malam harinya kami sudah mencari sea food yang konon adalah makanan khas Pontianak. Untunglah dalam rombongan kali ini, tidak ada yang tidak doyan makan. Aku, bu Mar (UG), dan bu Dina (LSPR) pantang menolak makanan enak, hi hi… Masalahnya adalah mencari sarana transportasi. Angkutan umum agak jarang melintas di depan hotel. Padahal, aku paling suka juga mencoba angkutan umum di kota yang baru kukunjungi. Taksi juga tidak sliweran atau parkir di sekitar hotel. Memang ada taksi yang mangkal di mal di dekat hotel. Tapi ini hari hujan dan hotel kehabisan stok payung untuk dipinjamkan. Jadi kami minta taksi hotel. Uff… tarifnya 50 ribu perjam minimal dua jam. Jadi 100 ribu untuk pergi makan malam di kawasan jalan Gajah Mada dari hotel di jalan Ahmad Yani.
Katim-ikan-jelawat-sayur-asinmi pun sampai di Pondok Kakap menikmati tim ikan jelawat sayur asin, dan udang galah goreng. Wah… memang tidak salah. Hidangan yang tersaji betul-betul menggugah selera. Pulangnya kami sempatkan mampir ke lapangan di depan kantor Walikota Pontianak. Taman Alun (atau alun-alun). Aku memang bilang sama sopir taksi hotel untuk memperlihatkan sungai Kapuas. Jadi dibawalah kami melewati kawasan pelabuhan lalu berhenti di lapangan di tepi sungai yang begitu lebar… Tepian sungai diberi pagar besi yang kokoh… di beberapa tempat kelihatannya disediakan juga tempat untuk duduk-duduk sehingga pengunjung bisa menjuntaikan kakinya ke sungai… Jika malam tidak terlalu gelap dan basah karena hujan, mungkin aku coba juga acara mencelupkan kaki itu, he he… Di sekitar lapangan Alun itu banyak pedagang makanan dan minuman. Jadi pengunjung dapat menikmati suasana sambil minum teh atau kopi dan makan ubi, kacang rebus, serta makanan lainnya…
Esok harinya, setelah menyaksikan penyisihan vocal group, nyanyi pop/hiburan dan meninjau pameran foto, lukisan, dan poster, kami kembali mencari tempat untuk makan siang. Di samping musium Pontianak ada dua restoran yang katanya sih patut dicoba juga. Eva, adik kelasku di Fabio UGM dulu, sekarang dosen Untan, berkenan mengajak kami makan siang ke salah satu tempat makan di situ. Sari Bento.
senangin-bakarKali ini kami mencoba ikan senangin bakar, tumis pakis, udang galah dan es jeruk besar. Wah… ternyata apa yang kami pesan ini semuanya lezat! Dengan segera aku dan bu Dina jatuh cinta sama tumis pakis. Kami semua lantas menetapkan es jeruk besar sebagai minuman favorit. Sejak siang itu, kemana pun kami pergi makan, minuman jeruk besar, hangat atau pun dingin dengan es, yang kami pesan.
tom-yam-jembatan-tolTernyata Pontianak memang tempatnya para penggemar sea food. Kami belum juga selesai mencicipi semua jenis makanan laut yang banyak dijajakan di warung atau rumah makan. Kapasitas perutnya terbatas. He he… Tapi kami tak bisa melewatkan acara makan malam dengan menu utama tom yam di dekat jembatan tol. Kali ini mbak Heni, teman bu Dina yang merekomendasikan untuk pergi ke sana (sekaligus menjemput dan mengantar dong… he he…). Satu mangkuk tom yam yang asam pedas dengan cumi, udang, plus irisan wortel dan bunga kol pun siap untuk dicicipi. Porsinya cukup besar untukku jadi aku nikmati tom yam tanpa nasi. Di warung yang cukup ramai itu tersedia juga aneka masakan lainnya, nasi goreng Pattaya, misalnya. nasi goreng yang terbungkus dadar telur. Melihat daftar menunya, serasa berlibur ke Thailand ya?
Sehabis mencicipi tom yam, kami melanjutkan perjalanan ke Siantan melewati Tugu Katulistiwa dan akhirnya mampir ke rumah makan yang menjual pengkang, sejenis lemper dengan isi ebi (di sana disebut juga lempar), dibungkus daun pisang lalu dipengkang (dijepit) bambu kemudian dipanggang di atas bara batok kelapa. Pengkang dinikmati dengan sambal (kerang?). Rasanya? Hm… tentu saja gurih legit. Mantap disantap selagi masih hangat. Sayang warung makan sudah hampir tutup tengah malam itu. Jadi kami membawanya untuk dinikmati di hotel.
100_0519Jalan-jalan di suatu daerah atau kota tentu kurang lengkap kalau tidak meninjau pasar dan melihat-lihat kerajinan atau penganan yang mungkin bisa dibawa sebagai buah tangan. Pergilah kami ke Jl. Pattimura kesokan harinya. Setelah menyaksikan acara Peksiminas, kami pun menyusuri jalan yang dipenuhi deretan toko cindera mata dan penganan khas Pontianak. Di toko di sepanjang jalan itu dijual aneka kerajinan dari manik-manik, batu-batuan, kain motif batik khas Kalimantan, kaos, dan lain-lain. Aneka penganan dari lidah buaya (manisan, dodol, minuman, teh, dan kerupuk), dodol duren (lempok), amplang (kerupuk ikan berbentuk bulat-bulat), ikan asin, kerupuk ikan, terasi, sampai juhi. Waaah… penjualnya begitu ramah dan baik hati. Mempersilakan kami mencicipi apa saja yang kami mau! Setelah puas melihat, mencicipi (dan membeli juga secukupnya), kami menghampiri warung Mie Tiaw. Sudah lewat jam makan siang soalnya. Di Jakarta, Kwe Tiaw sapi Pontianak sudah sangat kondang, jadi kami harus coba di tempat aslinya toh?
Hm… Tak terasa sudah empat hari kami di Pontianak. Kamis siang, 29 Juli 2010, kami pun meninggalkan hotel menuju bandara Supadio bersama seluruh rombongan. Aku yang belum sempat makan siang, mampir dulu di warung di kawasan Bandara. Wah… yang ini tidak usah diceritakan ya? He he… Bagitu masuk… Aku menjumpai Pak Har (Untar) dan dua orang mahasiswanya sedang menjelaskan isi bungkusan kepada Pak Barkah (IKJ). “Enak…!” Kata Pak Barkah setelah mencoba satu kue, “Bu Ati mesti nyobain juga nih…” Aku melihat isi bungkusan, bentuknya kok seperti apem tapi ada isinya. “Iya… isinya macam-macam, Bu… ada kuchai, bengkuang, talas, dan kacang… tapi namanya apa saya nggak tahu.” Begitu menurut Ray, mahasiswa Untar yang juara II nyanyi pop/hiburan pada Paksiminas itu. Pak Har senyum-senyum, “Ayo cobalah. Enak kok.” Begitu kata beliau. Aku ambil satu yang ternyata isi kacang… Hm… agak berminyak… tapi enak. Belakangan aku baru tahu, namanya chai kue, semacam pastel tapi tidak digoreng.
Sudah pukul 16.00, belum ada tanda-tanda diminta naik ke pesawat. Ternyata penerbangan memang tertunda kira-kira satu jam dari jadwal. Sambil menunggu, kami melanjutkan perbincangan tentang kuliner Pontianak yang sudah sempat kami cicipi dan yang belum sempat kami temui…